Minggu, 04 Juli 2010

aspek hukum dalm ekonomi

1. PERJANJIAN STANDART/BAKU
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorang pun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memburuk.
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian, intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat, yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas. Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (klausul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum (public interest). Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis. Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha. Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasan berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundang-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk membatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak. Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu:
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda. Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yang ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dalam Undang-undang. Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara. Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu. Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditor mengetahui atau seharusnya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract). Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut: Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22. Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya. Ketentuan ini mengatur tentang : a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut: Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya. Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22 Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya

Dalam perjanjian kontrak kemungkinan akan adanya wanprestasi. Wanprestasi merupakan suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan debitur yang tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Untuk menyelesaikan masalah wanprestasi para kreditur biasanya akan memberikan sanksi berupa ganti kerugian. Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Tidak hanya itu untuk menyelesaikan masalah wanprestasi pihak kreditur juga dapat melakukan tindakan secara ekstern maupun intern (dalam hal ini dicontohkan untuk perusahaan simpan pinjam). Dalam prakteknya kreditur biasanya menyelesaikan wanprestasi dalam perjanjian fiducia yaitu dengan cara intrern yang mana adanya pemanggilan kepada debitur, apabila mengabaikan maka dilakukan pemanggilan yang kedua sampai dengan yang ketiga, apabila pihak debitur mengabaikan maka pihak kreditur memberikan tawaran kepada debitur yaitu berupa alternatif. Alternatif yaitu barang jaminan yang tetap berada di tangan debitur akan diambil oleh pihak koperasi dengan cara dilelang untuk melunasi hutangnya dan sisanya akan dikembalikan kepada debitur / nasabah.

2. JENIS-JENIS KONTRAK

1. Kontrak menurut sumber hukumnya Yaitu Penggolongan kontrak berdasarkan pada kontrak itu diperlukan. Yang dibagi menjadi sebagai berikut :
a) Kontrak yang bersumber dari hukum keluarga
b) Kontrak yang berasal dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda.
c) Kontrak obligatoir, yaitu kontrak yang menimbulkan kewajiban.
d) Kontrak yang berasal dari hukum acara (bewijsovereenkomst).
e) Kontrak yang berasal dari hukum publik (publiekrechtelijke overeenkomst).
2. Kontrak menurut namanya
a) Kontrak nominaat/kontrak bernama seperti kontrak jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam meminjam, penanggungan hutang, perdamaian, dll.
b) Kontrak innominaat/kontrak tidak bernama.
c) Kontrak campuran yang termaksud kedalam kontrak ini antara lain : Leasing, beli sewa, keagenan, kontrak rahim, dll.
3. Kontrak menurut bentuknya
a) Kontrak Tertulis yaitu Kontrak yang dituangkan dalam tulisan
b) Kontrak Tidak Tertulis/Lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan.
4. Kontrak timbal balik yaitu perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, yang terdiri dari :
a) Kontrak timbal balik sempurna.
b) Kontrak sepihak
5. Kontrak menurut sifatnya
a) Kontrak kebendaan
b) Kontrak obligatoir
c) Kontrak Pokok
d) Kontrak Accesoir

6. Kontrak cuma-cuma (hadiah, pinjam pakai) atau dengan alas hak yang membebani (jual beli)
7. Kontrak dari aspek larangannya (perjanjian oligopoli)
8. Perjanjian berdasar metodenya (cara untuk menentukan kesepakatan)


3. PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN CONTOH KASUS
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianaktirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.
Beberapa contoh kasus seperti :
1. Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
2. Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa kedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan, ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan boraks tersebut dikonsumsi secara terus- menerus akibat ketidaktahuan konsumen maka kemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.
3. Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu public digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan restoran yang diolah kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau daging sampah. Mendengar namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal tersebut, namun fakta menyebutkan bahwa dikawasan cengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan serta ditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelaku menjelaskan tahapan- tahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicuci dengan cairan formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembali sebelum dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan hal yang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalani selama 5 (lima) tahun lebih.
4. Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk-produk susu buatan China. Zat melamin itu sendiri merupakan zat yang biasa digunakan dalam pembuatan perabotan rumah tangga atau plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu. Walaupun demikian, hal ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknya hal ini sangat merugikan konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.

4. TEHNIK DALAM PENYUSUNAN KONTRAK ATAU MEMORANDUM OF UNDERSTANDING :
1. Identifikasi Berpihak yaitu berpihak dalam kontrak harus teridentifikasi secara jelas.
2. Penelitian awal aspek terkait yaitu penyusunan kontrak harus menjelaskan hal-hal yang tertuang dalam kontrak yang bersangkutan, konsekuensi yuridis, serta alternatif lain yang mungkin dapat dilaksanakan.
3. Pembuatan MOU
4. Tahap negoisasi yaitu sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi yang dirancang untuk mencapai kesepakatan diantara mereka.
5. Tahap penyusunan dalam pembuatan draft pertama meliputi :
a. struktur dan anatomi kontrak
b. bagian pendahuluan
c. sub-bagian pembuka : nama, tanggal kontrak dll
d. sub-bagian pencantuman : identitas para pihak
e. sub-bagian penjelasan/premis
f. bagian isi
g. klausula definisi
h. klausula transaksi
i. klausula spesifik
j. klausula ketentuan umum
k. bagian penutup
l. sub-bagian penutup
m. sub-bagian tempat tandatangan
6. Saling menukar draft kontrak
7. Jika dalam draft terdapat kesalahan maka akan diadakan revisi
8. Dilakukan penyelesaian akhir
9. Penutup dengan penandatanganan kontrak oleh masing-masing pihak

5. HUBUNGAN ANTARA EKONOMI DENGAN HUKUM
Negara-negara yang sekarang ini disebut negara modern menempuh pembangunannya melalui tiga tahap, yaitu Unifikasi, Industrialisasi, dan Negara kesejahteraan. Pada tingkat pertama yang menjadi masalah berat bagaimana mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional, tingkat kedua perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. yang ketiga tugas negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi industrialisasi, membetulkan pada tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat. Persatuan nasional adalah prasyarat untuk memasuki tahap industrialisasi, industrialisasi merupakan jalan untuk mencapai negara kesejahteraan. Pada dasarnya setiap kegiatan atau aktivis manusia diatur oleh suatu instrument yang disebut hukum, hukum disini direduksi pengertiannya menjadi perundang-undangan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Negara, cita-cita hukum nasional merupakan satu hal yang ingin dicapai dalam pengertian penerapan, perwujudan dan pelaksanaan nilai-nilai tertentu didalam tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang berazaskan Pancasilan dan berdasarkan Undang-Undang dasar 1945. Oleh karenanya hukum sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspek, baik dalam kehidupan sosial, politik, budaya, pendidikan dan yang tidak kalah pentingnya adalah fungsinya atau peranannya dalam mengatur kegiatan ekonomi. Yayasan Indonesia Forum pernah menyampaikan Visi Indonesia 2030 kepada presiden, ditargetkan income perkapita Indonesia akan mencapai 18.000 dolar AS per tahun dengan jumlah penduduk 285 juta jiwa, untuk mencapai hal tersebut ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain reformasi pepajakan, reformasi birokrasi, reformasi sitem hukum, good goverment yang ditunjang semua komponen bangsa, serta yang paling penting adalah adanya pemimpin yang memiliki visi dan kepemimpinan yang kuat (a vision and strong leadership). Penempatan reformasi sistem hukum sebagai salah satu persyaratannya merupakan pemikiran dan langkah strategis yang tepat. Karena tanpa memprioritaskan hukum sebagai salah satu pendukung utama untuk mencapai kemakmuran bangsa, maka usaha-usaha yang ditempuh akan sia-sia. Berbagai studi tentang hubungan hukum dan ekonomi menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembangunan hukum yang mendahuluinya. Demikian juga dalam tatanan sistemik, hukum sebagai sebuah sistem harus dipandang mempunyai titik temu yang sinergis dengan sistem ekonomi, dengan pemahaman ini , sinergi ini diharapkan akan memperkuat pembangunan ekonomi secara sitematik maupun pembangunan sistem hukum nasional, sehingga pada gilirannya baik sistem ekonomi nasional maupun sistem hukum nasional akan semakin mantap untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, pada sisi yang bersamaan tentu saja sistem ekonomi pun harus pula mendukung pembangunan sistem hukum secara positif, agar sistem hukum itu dapat lebih mendukung pembangunan sistim ekonomi nasional secara positif dan begitu juga sebaliknya. Namun demikian, sebagian besar masyarakat sering mengidentikan hukum dengan peraturan hukum, padahal peraturan hukum hanya merupakan salah satu unsur saja dari keseluruhan sistem hukum yang terdiri dari 7 (tujuh) unsur, yaitu asas, norma, sumberdaya manusia, pranata hukum, lembaga hukum, sarana dan prasarana hukum, serta budaya hukum. Oleh karenanya sistem hukum terbentuk oleh sistem interaksi antara ketujuh unsur di atas, sehingga apabila salah satu unsurnya saja tidak memenuhi syarat, tentu seluruh sistem hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya, dengan kata lain jika salah satu unsurnya berubah maka seluruh sistem dan unsur-unsur lainnya juga harus berubah. Hukum juga sebagai sosial control menurut Zainudin Ali biasa diartikan sebagai proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku. Perwujudan sosial control tersebut mungkin berupa pemidanaan, kompensasi, terapi maupun konsiliasi. Bagaimana dengan kehidupan ekonomi sebagai system?. Menurut Prof. Heinz Lampert membedakan antara 1). Tatanan dari suatu perekonomian nasional yang sedang berjalan atau tatanan ekonomi efektif yang menjabarkan keadaan, kejadian dan karena itu bersifat deskritif, 2). Tatanan yang diharapkan atau tatanan ideal atau konsep tatanan kebijakan. Kaitannya dengan Hukum Ekonomi, tatanan ekonomi yang disebut pertama didasarkan pada hukum positif atau hukum yang berlaku, adapun pengertian sistem sebagai tatanan yang ideal untuk sebagian berhubungan konstitusi (UUD) dan untuk sebagian lagi hukumnya harus masih dibangun untuk mencapai sistem ekonomi mapun sistem hukum yang mendukungnya, maka suatu tatanan ekonomi haruslah bersifat instrumental untuk mengatasi tiga masalah yang terdapat dalam setiap masyarakat ekonomi, yaitu yang pertama fungsi perekonomian harus dijalankan dan diamankan, yang kedua semua aktivitas ekonomi harus dikoordinasikan dengan jelas dan ketiga tatanan ekonomi harus dijadikan sebagai alat bagi pencapaian tujuan-tujuan dasar politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar